RT/RW Net adalah praktik penjualan kembali layanan internet dengan harga lebih murah namun kecepatan lebih rendah, menghambat target kecepatan internet nasional yang ditetapkan pemerintah sebesar 100 Mbps. "Harga mencerminkan kualitas. Penjualan dengan kecepatan rendah tidak mendukung penetrasi kecepatan tinggi yang diharapkan," ujar Marwan pada acara XL Axiata Get Along with Media di Yogyakarta.
Marwan menambahkan bahwa ISP ilegal ini juga mengabaikan kewajiban pembayaran Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum Frekuensi Radio, selain membahayakan keamanan data pengguna. Untuk mengatasi hal ini, XL Axiata mendorong pemerintah melakukan tiga langkah strategis: penindakan hukum, regulasi ketat, dan sosialisasi.
XL Axiata berharap pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), segera menindak RT/RW Net ilegal yang telah merugikan operator yang berinvestasi dan memiliki lisensi resmi. "Pemerintah perlu menegakkan aturan dengan memberikan efek jera bagi pelaku RT/RW Net dan melindungi operator yang sah dari vandalisme," tambah Marwan.
XL Axiata juga menekankan pentingnya sosialisasi tentang ketentuan bahwa reseller internet hanya dapat dilakukan oleh penyelenggara yang sah, sesuai Permenkominfo No. 13 Tahun 2019. Bagi RT/RW Net yang sudah ada, pemerintah diharapkan bisa mengalihkannya kepada ISP resmi dan menetapkan tarif batas bawah untuk menghindari perang harga.
Dorongan untuk Insentif Biaya Regulasi yang Adil
Selain masalah RT/RW Net, XL Axiata mengangkat isu beban biaya regulasi yang kian memberatkan. Operator ini berharap pemerintah mempertimbangkan penurunan beban regulasi yang saat ini mencapai rasio 13-14% terhadap pendapatan bruto, melebihi batas ideal 5-10%.
XL Axiata juga menyatakan minatnya untuk mengikuti lelang spektrum 700 MHz dan 26 GHz guna mendukung jaringan 4G dan 5G. Operator berharap pemerintah menetapkan harga dasar yang lebih terjangkau untuk memastikan keberlanjutan ekonomi dan pengembangan jaringan, terutama di wilayah terpencil.